Last Tweet sebelum Gempa 11 April 2012 :
“@ArifinKeys
H-6 ada apa ya ? haha... lupa -_-
3:30 PM - 11 Apr 12 via Echofon • Embed this Tweet”
Last mention sebelum Gempa 11 April 2012 :
“@ArifinKeys
insyaallah ya -_- :D RT: @meiiisarah: Ooh,sip dah . Oleh oleh yaa Нɑнɑнɑнɑ RT @ArifinKeys: mu bwt eKTP deng -_- RT: @meiiisarah: @
3:29 PM - 11 Apr 12 via Echofon • Embed this Tweet”
Itulah akhir aktifitasku di Twiiter saat gempa yang berkekuatan 8,9 skala richter yang berpusat di sebelah barat Aceh mengguncang kota Banda Aceh dan sekitarnya. Awalnya aku pikir gempa itu ngga akan lama, tapi ternya salah. Getaran dan guncangan yang dahsyat itu terjadi lebih dari satu menit, ditambah tempat tinggalku yang terhitung dekat dengan pantai mengingatkanku akan kejadian Tsunami delapan tahun yang lalu, aku memang tidak merasakan bagaimana tsunami itu terjadi, namu video amatir yang pernah aku tonton cukup menjadi gambaran yang pahit untukku. Aku berada dirumah bersama kakak ketiga ku “Puteri Nahrisah”, Ayah dan seorang rekan ayah yang aku panggi dengan sebutan “Om Fery”. Aku sangat bersyukur, Allah benar-benar menyayangi umatnya, seandainya ayah ngga ada diBanda Aceh, mungkin aku bingung sama keadaan seperti ini. Aku hanya berdua dengan kakakku, kakakk pertamaku “Miftahurrahma” sedang kerja di kampus AKAFARMA yang bertempatkan di Peuniti. Saat gempa terjadi dengan cepat aku berjalan menuju pintu ruang tamu dan segara menuju jalan raya, aku melihat kearah laut dan kemudian aku kembali kepagar rumahku, aku menyuruh ayah yang sedang berteduh diteras untuk segera keluar, karena rumah kami bersebelahan dengan ruko berlantai 3. Memang bencana datang tanpa sepengetahuan kita, gembpa membuat kakakku dan teman ayah yang lagi tidur terbangun dan panik, namun setelah gempa, aku masuk kedalam rumah mengambil sendal kakakku, charger dan ikat pinggangku dan menyegerakan lari menuju mobil yang terparkir dijalan raya. Gempa yang baru saja terjadi dalam hitungan detik yang lalu mampu membuat keadaan jalan disekitar rumah kami yang berada diLampaseh macet berat. Dalam perjalanan melarikan diri, aku melihat kearah belakang, aku takut dengan isu tsunami yang kembali memakan korban kembali terjadi, rasa takut yang aku rasakan ngga mampu aku tutup-tutupi lagi, beberapa polisi yang bertugas menyuruh kami dan pengendara kendaraan bermotor lainnya melawan arus jalan karena padatnya jalan, sesekali aku melihat kedepan dan menekan no Ibu atau adikku yang berada dikota Lhokseumawe, tapi saat aku melihat kebelakang dan merasakan angin yang tertiup sedikit kencang membuatku harus menekan no kakakku yang sedang beraktifitas diluar rumah, namun lagi-lagi ngga ada sinyal jadi saat sinyal ada, sesekali pesan mulai masuk satu-persatu, tapi percuma, aku ngga bisa balas, karena rata-rata pesan yang masuk menanyakan keadaanku dan keluarga. Sampailah kami di simpang surabaya dekat toko distro adik Ibuku, karena bensin mendekati garis E jadi kami beristirahat sejenak dipinggiran toko-toko sekitar lampu merah diSimpang surabaya. Setelah keadaan lalulinta sedikit mengendur alias sudah kembali lancar dari jalur kota Banda aceh, kami memilih setelah mengisi bensin nanti kembali kerumah. Diperjalanan kembali kerumah kami melihat beberapa orang kembali jalan melawan arus karena mendengar bocoran pipa dikawasan peuniti, namun kami mengabaikan hal tersebut dan bersegera kembali kerumah. Sempailah kami dirumah, Lampaseh yang sebelumnya ramai kini terlihat seperti sebuah kawasan yang mati. Disamping padamnya arus listrik, kembali terdengar isu tsunami, sehingga membuat aku dan kakakku yang sedang melihat rumah kami bagian lantai dua-nya sudah retak bersegera kembali menuju keluar rumah dan mengunci pintu, kami melakukan perjalanan ke kampung ayah di Lubuk Aceh Besar untuk menitipkan kakakku, karena hari itu juga aku, ayah dan temannya akan keLhokseumawe, namun diperjalanan kami tetap mencoba menghubungi kakakku yang pertama yang entah kemana dia saat itu. Diperjalanan gempa susulan dengan kekuatan 8,6 skala richter membuat kami berhenti dipinggiran taman sari, kami mengira ban mobil bocor, namun saat melihat warga sekitar berlarian dan tiang-tiang bergoyang kencang kami terkejut bahwa itu gempa, dan lagi-lagi kami harus terjebak macet hingga daerah Lambaro dalam hitungan waktu yang cukup lama. Aku dan kakak cukup gelisah memikirkan kakak kami yang keberadaannya ngga jelas dimana. Namun saat kami sampai disalah satu rumah adik ayahku di Lubuk Aceh Besar, Alhamdulillah, ternyata kakakk pertamaku juga berada ditempat yang sama, karena lampu masih padam dan saat itu magrib, jadi kami ngga ngeliat ada motor dan helm-nya disitu. Aku benar-benar bersyukur kami bisa bersatu hari itu, dan akhirnya aku bisa ke Lhokseumawe dengan tenang. Aku menumpahkan perasaanku di akun twitterku
“@ArifinKeys
Ya Allah... banda aceh. baru x ni ngerasain dikejar2 sm isu tsunami. Rumahku :(
9:10 PM - 11 Apr 12 via Mobile Web • Embed this Tweet”.
Namun tanggal 11 April 2012 menjadi pengalaman pahit namun berarti untukku.
“@ArifinKeys
H-6 ada apa ya ? haha... lupa -_-
3:30 PM - 11 Apr 12 via Echofon • Embed this Tweet”
Last mention sebelum Gempa 11 April 2012 :
“@ArifinKeys
insyaallah ya -_- :D RT: @meiiisarah: Ooh,sip dah . Oleh oleh yaa Нɑнɑнɑнɑ RT @ArifinKeys: mu bwt eKTP deng -_- RT: @meiiisarah: @
3:29 PM - 11 Apr 12 via Echofon • Embed this Tweet”
Itulah akhir aktifitasku di Twiiter saat gempa yang berkekuatan 8,9 skala richter yang berpusat di sebelah barat Aceh mengguncang kota Banda Aceh dan sekitarnya. Awalnya aku pikir gempa itu ngga akan lama, tapi ternya salah. Getaran dan guncangan yang dahsyat itu terjadi lebih dari satu menit, ditambah tempat tinggalku yang terhitung dekat dengan pantai mengingatkanku akan kejadian Tsunami delapan tahun yang lalu, aku memang tidak merasakan bagaimana tsunami itu terjadi, namu video amatir yang pernah aku tonton cukup menjadi gambaran yang pahit untukku. Aku berada dirumah bersama kakak ketiga ku “Puteri Nahrisah”, Ayah dan seorang rekan ayah yang aku panggi dengan sebutan “Om Fery”. Aku sangat bersyukur, Allah benar-benar menyayangi umatnya, seandainya ayah ngga ada diBanda Aceh, mungkin aku bingung sama keadaan seperti ini. Aku hanya berdua dengan kakakku, kakakk pertamaku “Miftahurrahma” sedang kerja di kampus AKAFARMA yang bertempatkan di Peuniti. Saat gempa terjadi dengan cepat aku berjalan menuju pintu ruang tamu dan segara menuju jalan raya, aku melihat kearah laut dan kemudian aku kembali kepagar rumahku, aku menyuruh ayah yang sedang berteduh diteras untuk segera keluar, karena rumah kami bersebelahan dengan ruko berlantai 3. Memang bencana datang tanpa sepengetahuan kita, gembpa membuat kakakku dan teman ayah yang lagi tidur terbangun dan panik, namun setelah gempa, aku masuk kedalam rumah mengambil sendal kakakku, charger dan ikat pinggangku dan menyegerakan lari menuju mobil yang terparkir dijalan raya. Gempa yang baru saja terjadi dalam hitungan detik yang lalu mampu membuat keadaan jalan disekitar rumah kami yang berada diLampaseh macet berat. Dalam perjalanan melarikan diri, aku melihat kearah belakang, aku takut dengan isu tsunami yang kembali memakan korban kembali terjadi, rasa takut yang aku rasakan ngga mampu aku tutup-tutupi lagi, beberapa polisi yang bertugas menyuruh kami dan pengendara kendaraan bermotor lainnya melawan arus jalan karena padatnya jalan, sesekali aku melihat kedepan dan menekan no Ibu atau adikku yang berada dikota Lhokseumawe, tapi saat aku melihat kebelakang dan merasakan angin yang tertiup sedikit kencang membuatku harus menekan no kakakku yang sedang beraktifitas diluar rumah, namun lagi-lagi ngga ada sinyal jadi saat sinyal ada, sesekali pesan mulai masuk satu-persatu, tapi percuma, aku ngga bisa balas, karena rata-rata pesan yang masuk menanyakan keadaanku dan keluarga. Sampailah kami di simpang surabaya dekat toko distro adik Ibuku, karena bensin mendekati garis E jadi kami beristirahat sejenak dipinggiran toko-toko sekitar lampu merah diSimpang surabaya. Setelah keadaan lalulinta sedikit mengendur alias sudah kembali lancar dari jalur kota Banda aceh, kami memilih setelah mengisi bensin nanti kembali kerumah. Diperjalanan kembali kerumah kami melihat beberapa orang kembali jalan melawan arus karena mendengar bocoran pipa dikawasan peuniti, namun kami mengabaikan hal tersebut dan bersegera kembali kerumah. Sempailah kami dirumah, Lampaseh yang sebelumnya ramai kini terlihat seperti sebuah kawasan yang mati. Disamping padamnya arus listrik, kembali terdengar isu tsunami, sehingga membuat aku dan kakakku yang sedang melihat rumah kami bagian lantai dua-nya sudah retak bersegera kembali menuju keluar rumah dan mengunci pintu, kami melakukan perjalanan ke kampung ayah di Lubuk Aceh Besar untuk menitipkan kakakku, karena hari itu juga aku, ayah dan temannya akan keLhokseumawe, namun diperjalanan kami tetap mencoba menghubungi kakakku yang pertama yang entah kemana dia saat itu. Diperjalanan gempa susulan dengan kekuatan 8,6 skala richter membuat kami berhenti dipinggiran taman sari, kami mengira ban mobil bocor, namun saat melihat warga sekitar berlarian dan tiang-tiang bergoyang kencang kami terkejut bahwa itu gempa, dan lagi-lagi kami harus terjebak macet hingga daerah Lambaro dalam hitungan waktu yang cukup lama. Aku dan kakak cukup gelisah memikirkan kakak kami yang keberadaannya ngga jelas dimana. Namun saat kami sampai disalah satu rumah adik ayahku di Lubuk Aceh Besar, Alhamdulillah, ternyata kakakk pertamaku juga berada ditempat yang sama, karena lampu masih padam dan saat itu magrib, jadi kami ngga ngeliat ada motor dan helm-nya disitu. Aku benar-benar bersyukur kami bisa bersatu hari itu, dan akhirnya aku bisa ke Lhokseumawe dengan tenang. Aku menumpahkan perasaanku di akun twitterku
“@ArifinKeys
Ya Allah... banda aceh. baru x ni ngerasain dikejar2 sm isu tsunami. Rumahku :(
9:10 PM - 11 Apr 12 via Mobile Web • Embed this Tweet”.
Namun tanggal 11 April 2012 menjadi pengalaman pahit namun berarti untukku.